Dunia Farmasi Di Jepang , nihon no pharmacy

Pekerjaan kefarmasian di RS di Jepang pada umumnya sama dengan di Indonesia. Mulai dari pengelolaan perbekalan farmasi, penyiapan obat dan distribusinya, pelayanan informasi obat dan konseling pada pasien. Hanya saja, Hospital Pharmacy pada Ehime Univ Hospital hanya melayani obat untuk pasien rawat inap saja, sedangkan pasien rawat jalan tetap mendapat pemeriksaan di RS, tetapi obatnya harus mereka peroleh di Apotek (community pharmacy).Terus terang aku masih belum begitu jelas alasan tentang hal ini, kata Prof Araki ini adalah keputusan Pemerintah dan lebih bersifat politis. Ada 2 RS pemerintah di Matsuyama yang menerapkan hal ini, dan 2 lagi RS swasta tetap melayani obat untuk in-patient maupun out-patient.
Pengelolaan perbekalan farmasi

Mesin "auto ampoule dispenser"...
Di Ehime Univ Hospital, pengelolaan perbekalan farmasi sangat dibantu oleh adanya sistem teknologi informasi yang canggih. Semua bagian di RS terhubung dengan jaringan intranet, sehingga sangat memudahkan komunikasi. Salah satunya adalah mesin penyiapan sediaan injeksi secara otomatis(automatic ampule dispenser).  Jadi, jika dokter meresepkan satu bentuk injeksi tertentu, ia akan menuliskan di komputer, dan informasi itu segera sampai di mesin automatis tadi dan menyiapkan obat yang diminta, dalam bentuk satu unit dosis. Farmasis tinggal mengecek kebenarannya sesuai dengan resep. Menurut Prof Araki, tidak semua RS memiliki mesin semacam itu, karena beliau mengembangkan sendiri mesin tersebut. Lalu setelah semua sediaan injeksi siap, mereka akan mengirimkannya ke bangsal (ward)di mana pasien berada.

Keranjang yg akan mendistribusikan obat ke ward secara computerized
Jangan dibayangkan ada nurse yang mengambil atau ada AA yang mengantar ke bangsal, obat-obat tadi diantar dengan semacam keranjang yang dijalankan dengan semacam ban berjalan. Lalu secaracomputerized akan diset kemana keranjang tadi harus diantarkan, baru di sana nurse akan menerima dan membagikannya sesuai dengan nama pasien. Keranjang yang sudah kosong akan dikembalikan lagi ke Farmasi menggunakan ban berjalan yang sama. Dan katanya sistem ini pun tidak semua RS memilikinya. Sebagian masih dilakukan secara manual. Wah…. apotekernya santai dong hehe…..!!

Dispensing di farmasi RS
Untuk dispensing sediaan per-oral masih sama saja dengan di Indonesia, yaitu secara manual oleh farmasis. Oya, just for your info…. di Jepang tidak mengenal adanya asisten apoteker. Jadi semua yang mengerjakan dispensing adalah apoteker. Di Ehime Univ Hospital, dengan jumlah bed sekitar 600 bed, jumlah farmasisnya adalah 27 orang plus 2 orangDirector and Vice Director of Hospital Pharmacy.
Therapeutic Drug Monitoring

Seorang pharmacist sdg menejlaskan ttg mesin TDM dg metode chemiluminscent
Salah satu pelayanan farmasi yang masih sulit dilakukan di Indonesia karena keterbatasan biaya dan alatnya adalah Therapeutic Drug Monitoring (TDM).TDM di hospital ini dilakukan atas dasar permintaan dokter. Selain itu, farmasis juga dapat mengusulkan dilakukannya TDM jika mereka memandang perlu adanya pemantauan kadar obat dalam darah untuk pasien tertentu. Tentu tidak semua obat di-TDMkan. Di hospital ini beberapa obat yang hampir selalu mendapatkan pemantauan melalui TDM adalahtacrolimus, siklosporin, anti epileptic drug dan anti MRSA drug. Dari sini hasilnya akan dilaporkan kepada dokter dan digunakan menjadi dasar adjusment dosis pada terapi. O,ya…. alat untuk TDM disini udah canggih banget, boo…. alat TDX yang lama sudah nggak digunakan lagi. Sekarang mereka menggunakan mesin khusus dengan metode chemiluminescence assay, di mana pemeriksaan jadi lebih sensitif dan cepat. Dan pemeriksaannya cepet lho….. katanya dokter juga umumnya meminta hasil yang cepat, jadi mereka bisa memberikan hasil TDM pasien dalam waktu 30 menit – 1 jam setelah sampel dikirim ke farmasi !!
Konseling dan informasi obat

Pharmacist sedang memberikan konseling pada pasien di bedside
Pelayanan kefarmasian di Jepang juga sudah mulai beranjak menuju patien-oriented. Mulai sejak 3-4 tahun yang lalu, pasien diberi konseling pada saat masuk dan pada saat di rumah sakit. Aku diajak oleh salah seorang farmasis di sana untuk melihat bagaimana konseling dilakukan kepada pasien. Oya, karena keterbatasan jumlah apoteker dan juga pertimbangan uang jasa pelayanan kefarmasian, di hospital ini konseling dan sekaligus pemantauan terapi pasien dilakukan sekali seminggu untuk tiap pasien. Jadi jika dia dirawat selama 3 minggu, dia akan mendapat 3 kali konseling. Namun ada juga yang mendapat pemantauan setiap hari, terutama pada pasien-pasien yang mendapatkan antibiotik khusus seperti antiMRSA (Methicillin resistant Staphylococcus aureus), quinolon yang baru, golongan penem, dan anti fungi. Mereka akan memantau dari hasil pemeriksaan lab pasien, dan jika diperlukan mendatangi pasien untuk menanyakan efek-efek samping yang mungkin dialami pasien. Dalam hal pelayanan informasi obat, farmasis menyiapkan data base lengkap mengenai obat-obat yang dipakai di RS (sekitar 2000 item yang dipilih), sehingga dokter dengan mudah dapat memperoleh informasi yang diperlukan dengan mengklik di komputernya masing-masing jika misalnya akan menulis resep. Jika diperlukan, mereka akan menanyakan pada apoteker.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Farmasi di Matsuyama University

Apasih Farmasi tuh ?